Asal Mula Kata Indonesia
Diawali
oleh Pemerintahan Kerajaan Belanda yang memakai nama Nederlandsch-Indie atau
Hinda-Belanda untuk Indonesia semasa penjajahan (dimulai 1602 dan diselingi
penjajahan Prancis, Inggris, dan Jepang). Nama “Indonesia” pertamakali muncul
di tahun 1850, di sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian
Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang terbit di Singapura. Penemunya
adalah dua orang Inggris: James Richardson Logan dan George Samuel Windsor Earl.
Saat
itu, nama Hindia—nama wilayah kita saat itu—sering tertukar dengan nama tempat
lain. Karena itu, keduanya berpikir, daerah jajahan Belanda ini perlu diberi
nama tersendiri. Earl mengusulkan dua nama: Indunesia atau Malayunesia. Earl
sendiri memilih Malayunesia. Sedangkan Logan yang memilih nama Indunesia.
Belakangan, Logan mengganti huruf “u” dari nama tersebut menjadi “o”. Jadilah:
INDONESIA
Nama
Indonesia lalu dipopulerkan oleh etnolog Jerman, Adolf Bastian melalui bukunya,
Indonesien Oder Die Inseln Des Malayischen Archipels dan Die Volkev des Ostl
Asien (1884). Pada 1924, pemakaian nama Indonesia dimulai dengan terbitnya
koran Indonesia Merdeka milik Perhimpunan Indonesia. Kemudian penggunaan secara
nasional bersama-sama terucap dalam ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 hingga
akhirnya Negara kita resmi bernama Indonesia melalui Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945.
Nama "Indonesia" berasal dari berbagai rangkaian
sejarah yang puncaknya terjadi di pertengahan abad ke-19. Catatan masa lalu
menyebut kepulauan di antara Indocina dan Australia dengan aneka nama,
sementara kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai
("Kepulauan Laut Selatan"). Berbagai catatan kuno bangsa India
menamai kepulauan ini Dwipantara ("Kepulauan Tanah Seberang"), nama
yang diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskerta dwipa (pulau) dan antara
(luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian
terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa
("Pulau Emas", diperkirakan Pulau Sumatra sekarang) yang terletak di
Kepulauan Dwipantara. Nama "Indonesia" berasal dari dua kata Yunani
yaitu, Indus (Ἰνδός) yang berarti "India" dan kata Nesos (νῆσος) yang
berarti pulau/kepulauan, maka "Indo-nesia" berarti "kepulauan
India".[1]
Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir
al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama
bahasa Arab, luban jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab
memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh
di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "orang
Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang Indonesia dari luar Jawa
sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatra),
Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi
("semuanya Jawa").
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan
bahwa Asia hanya terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi
mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah
Hindia. Jazirah Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan
Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang", sementara kepulauan ini
memperoleh nama Kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago,
l'Archipel Indien) atau Hindia Timur (Oost Indie, East Indies, Indes
Orientales). Nama lain yang kelak juga dipakai adalah "Kepulauan
Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais). Unit
politik yang berada di bawah jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie
(Hindia Belanda). Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah
To-Indo (Hindia Timur) untuk menyebut wilayah taklukannya di kepulauan ini.
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama
samaran Multatuli, pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan
kepulauan Indonesia, yaitu "Insulinde", yang artinya juga
"Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin "insula" berarti
pulau). Nama "Insulinde" ini selanjutnya kurang populer, walau pernah
menjadi nama surat kabar dan organisasi pergerakan di awal abad ke-20.
Komentar
Posting Komentar